Kupercepat langkah kaki ku, melihat sang surya yang kian tinggi di langit desa ku pagi itu. Aku terus berjalan melintasi jalan-jalan setapak diantara kebun-kebun milik warga desa. Berjalan dengan sisa-sisa tenaga yang masih aku miliki. Sesekali aku melihat ke sekeliling ku,  namun sejauh mata
memandang hanya pohon-pohon karet di kiri dan kanan jalan yang dapat aku lihat juga merdunya kicau burung pagi itu membuat aku merasa sangat damai walau di dera lelah yang sangat. Bagi warga desa ini pohon karet bagaikan pohon kehidupan dimana hampir 80 persen warga desa ini berprofesi sebagai petani karet termasuk aku dan keluarga ku. Setiap hari kami pergi ke kebun untuk menyadap karet-karet kami seperti halnya yang aku lakukan sedari subuh tadi, Tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua ku untuk menyadap sedikit dari lahan yang dimiliki keluargaku sedikit menambah kesibukanku sebagai seorang pelajar yang masih duduk di kelas SMP, kesibukan yang sedikit ini pun kerap membuat aku terlambat pergi sekolah karenanya, dan mungkin hari ini pun akan terjadi hal sama dimana aku terlambat kesekolah dan kembali dihukum.
“Biar kamu bisa belajar mandiri” Itulah alasan bapak memberikan tanggung jawab ini, Dan tentu saja ibu menyetujui nya
Di sekolah aku terkenal sebagai siswa yang nakal, siswa yang kerap kali mendapat hukuman dari guru-guru di sekolahku, dihukum karena tidak mengerjakan PR, datang terlambat, menggangu teman, bahkan menggangu guru yang sedang mengajar. Al hasil orang tua ku kerap di panggil ke sekolah perihal kelakuan ku itu, hehehe.
“Kadang bapak bingung sama kamu ini nak, sudah mau ujian tapi bapak masih saja sering di panggil ke sekolah karena kelakuan mu”
Kira-kira begitulah keluh bapak ketika bapak di panggil untuk kesekian kalinya ke sekolah karena kelakuan ku.
Meskipun terkenal nakal aku juga dikenal anak yang pintar oleh guru ataupun teman-teman sekolahku. Banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh anak-anak yang pintar atau peringkatnya sedikit diatasku tetapi dapat aku jawab.
Untuk urusan keluarga, Keluarga ku memang bukan lah keluarga yang serba bercukupan melainkan keluarga yang sederhana dan biasa-biasa saja, bapak yang hanya lulusan SMA di sini hanya dapat bekerja sebagai mandor di sebuah perusahaan pengolah getah karet yang berada tak jauh dari rumah kami. Ibu ku bekerja menyadap karet di lahan milik kami pada sore hari, tak tega sebenarnya melihat ibu harus bekerja seperti itu dimana ia harus bergelut dengan nyamuk juga bau getah yang sangat menyengat hidung itu, yaah tapi mau bagaimana lagi ibu sendiri yang menginginkannya
“Dari pada di perkerjakan ke orang lain kan sayang, lagian Rendi juga gak mau kan di suruh nyadap semua ini” kira-kira itulah yang dikatakan ibu ketika bapak melarangnya untuk bekerja.

Aku tinggal di sebuah rumah kecil yang berada di pinggiran desa, aku tinggal bersama bapak, ibu, dan kedua adik-adik ku yaitu Kevin Dan Sinta.
“Kok jam segini baru selesai toh nak? Bisa2 telat lagi nanti kamu ini”
“Enggak apa-apa lah buk buk”
“Kok enggak apa-apa loh? Kamu enggak kasian tah ngeliat bapak kamu bolak-bakil di panggil kesekolah cuman gara-gara kamu?”
Demi menghindari perdebatan lebih lanjut dengan ibu aku langsung saja masuk kedalam rumah meninggalkan ibu yang masih ada di teras rumah sembari menyuapi Sinta. Bagi ku ibu adalah ibu terbaik yang ada di dunia meskipun aku sering berulah tapi ia selalu saja sabar menghadapi ku, aku pun bertekad ingin sekali membahagiakannya, memperbaiki hidupnya.
Tak lama kemudian aku sudah siap dengan seragam biru putih lengkap dengan topi juga dasinya
“Minta sangu buk?” pintaku kepada ibu yang masih sibuk menyuapi galuh
“nih, tapi inget jangan buat beli rokok lagi!” Jawabnya sembari memberikan beberapa lembar uang 2000 rupiah
“Iya-iya buk, yaudah aku berangkat dulu ya, assalamu’alaikum” Aku pun mencium tangan ibu dan bergegas berangkat ke sekolah.
“Wa’alaikum salam, belajar yang bener” Nasehatnya
  Seperti layaknya desa-desa maju lainnya jalan di desaku ini sangat terawat dengan baik, ditambah pepohonan di kanan kiri jalan yang membuat udara di desa ini semakin sejuk juga menyehatkan. Juga keramah tamahan warga desa ini yang menambah rasa sayang ku kepada desa ini
“Waduh telat lagi ini” Batin ku melihat gerbang sekolah yang berada di depan ku sudah terkunci. Untunglah tidak ada satpam yang menjaga gerbang masuk sekolah ini, tetapi meskipun begitu aku juga dituntut harus bersusah payah memanjat pagar yang menjulang tinggi di depanku ditambah kawat-kawat berduri yang sengaja di letakkan di atas pagar makin mempersulit ku untuk masuk ke dalam sekolah.
Teringat akan kejadian yang menimpaku sebulan yang lalu dimana aku memanjat pagar ini dan celana ku tersangkut diantara kawat-kawat berduri yang ada di atas pagar, untunglah ada Aris sahabat dekatku yang ternyata datang terlambat juga  membantuku sehingga aku dapat turun dengan selamat.
Tak ingin kejadian itu terjadi lagi, kali ini aku mencari cara melewati hadangan pagar beton berduri ini dengan aman.
“O iya kenapa aku gak minta tolong Aris lagi aja ya?” Pikirku dalam hati
Tanpa menunggu lama aku pun mengeluarkan handphone yang ada di saku ku dan segera menghubungi Aris agar ia dapat berpura-pura izin dan aku dapat masuk melalui gerbang ini dengan mudah

===============================================================

Mau baca lanjutannya? Contact penulis 

0 Komentar untuk : Belum Ada Judul (part1)

Berikan kami komentar dan kritik kalian, karena kami sangat membutuhkan itu guna memperbaiki blog amatir kami ini.